Skip to content

Carita Ratu Pakuan

Naskah Carita Ratu Pakuan (CRP) yang disajikan dalam bagian ini berasal dari kropak bernomor 410 koleksi Perpustakaan Nasional RI yang sekarang berada di Museum Sri Baduga Bandung. Menurut informasi yang terdapat di dalamnya, Carita Pakuan ini ditulis oleh Kai Raga, seorang petapa yang tinggal di sekitar Sutanangtung, Gunung Larang Srimanganti (nama kuno Gunung Cikuray).

CRP menceritakan dua hal, yang pertama adalah mengenai gunung-gunung pertapaan para pohaci yang akan menitis kepada para putri pejabat calon istri Ratu Pakuan atau Prabu Siliwangi; dan kedua mengenai kisah Putri Ngambetkasih diperistri Ratu Pakuan.

Berikut ini adalah terjemahan dari Carita Pakuan1.


Carita Ratu Pakuan

Inilah Kisah Ratu Pakuan, dari gunung Kumbang. Gunung Giri Maya SΓ©da, pertapaan Pohaci Mambang Siyang, menitis kepada Rucita Wangi, adik tuan Jaya sakti, putera patih Sang Atus Wangi.

Kerbau Cina pulang berdagang, ketika kembali dari Lamajang, terampil bicara dua bahasa, yang kaya di Pabean. Gunung Tara Maya SΓ©da, bukit si Panglipur Manik, pertapaan Pohaci Mangbang kuning, nitis kepada putranya Serpong Wangi, yang kaya di Taal Wangi.

Gunung Cupu Bukit Tamporasih, pertapaan Pohaci Niwarti, yang menitis kepada Taambo Agung, yang penuh kasih sayang, adik tuan Rahmacute, anak patih Prebu Wangi Serepong. Dialah Punara Putih, dari Sumedanglarang.

Gunung Cupu Manik Tanporasih (Tampomas), mandala Tanpo Wahanan Sri gina bukit Manghening, Patanjala tempat memandang. Gunung si Purnawijaya, berseberangan dengan Sanghiyang Linggamanik, di Sanghiyang Windupatala, yang kini disebut gunung Lenggang, pertapaan Pohaci Manireka, menitis kepada Subanglarangan, adiknya Jayapremana, putera mahkota Kuningan, mangkubumi Singapura, yang kaya di Sumurwangi.

Gunung Cupu Bukit Tanporasih, mandala Tanpo Wahanan, sri gina bukit Manghening, mandala Tejapatala, pertapaan Hinten Mananggay, menitis kepada Marajalarang, adiknya Tajimalela Panji Romahiyang, puteranya Demung Tabela Panji Ronajaya, bertempat tinggal di Singapura.

Gunung Lenggang Mandala Herang, bukit si Panglipur Manik, mandala Tanpo Wahanan, sri gina bukit Manghening, Patanjala tempat memandang, berseberangan dengan Sanghiyang Goan. Gunung si Purnawijaya, terpencil suci sendiri, di Sanghiyang pasir permata batu mirah,

pohon hanjuang berbunga emas, pertapaan Raga Pwah Herang Manik, menitis kepada si cantik Rajamantri, yang cantik tiada tanding, yang menyinari sisik kegelapan malam, kulit siang tanpa susah, matahari menjelma suci karunia, adik tuan Sunten Agung, sang Raja Gunung, puteranya juru pelabuhan, bertempat tinggal di Pagulingan, mangkubumi di Sumedanglarang, menakjubkan luar biasa, yang mempesonakan Acidewata.

Gunung Guruh Bukit Sri Prebakti, salaka Sanghiyang Nusa, di kaki gunung Kumbang, bukit si Salaka Mirah, mandala Sri Kapundutan, di Sanghiyang Salal Ading, yang berkumpul dalam bangunan permata, pertapaan Bagawat Sang Jalajala, undangan bisikan gaib dewata, berkuasa ke tanah Pakuan.

Gunung Pagu Mandala Kumpaybuana, pertapaan Batara Tunggal, yang menitis kepada Sunten Agung, menakjubkan luar biasa, bertempat tinggal di gunung Kumbang. Gunung Gorak Mandala Terus Patala, pertapaan Batara Jaya Herang, yang menitis kepada Amuk Murugul, Sang Menteri Agung Mereja, sang menteri gagah perkasa, putera tuan Lapung Jabul, kijang sekeranjang patimuhan,

dari yang cantik sempurna, yang cantik harum mewangi, menakjubkan luar biasa. Tujuh Sanghiyang Mahut Putih, yang bersemayan di halilintar, kemudian Sanghiyang Linggamanik, dan Sanghiyang Hindit-hinditan, yang menetap di biji mata, kemudian Sanghiyang Karang Curi, yang menetap tunggang pada gigi, lalu Sanghiyang Cadas Gumantung, yang menetap di ujung lidah,

kemudian Sanghiyang Cadas Putih Gumalasar, yang menetap di dada, kemudian Sanghiyang Adong Agung, sebesar anak kerbau sesusu, yang menetap pada tulang punggung, lalu Sanghiyang bambu wulung, menjulang ke langit, yang menetap tunggang pada biji itu (zakar), bersamanya menjelma. Gunung Paguh Mandala Hibar Buana, pertapaan Batara Wisnu Dewa,

Menitis kepada Tajimalela Panji Romahiyang. Gunung Paguh Mandala Leka Datar, pertapaan Batara Wisnu Jati, Gunung Jajar Sri Lenggang, pertapaan Batara Buyut Sang Herang menitis kepada RahmacutΓ©. Gunung Tilu Mandala Lekamaya, pertapaan Batara Wisnu, menitis kepada Jayasakti. Gunung Manik Mandala Sri Nata Lenggang, pertapaan Batara Wisnu Wisesa, menitis kepada Jaya Premana, berahinya tidak tertarik, oleh yang cantik tapi tak bersuami. Tersebutlah Ngabetkasih, diiring sanak keluarga,

Mengembanglah payung kebesaran ngawah tugu, orang-orang sepakat pada merestui, yang hendak kembali ke Pakuan. Sekepergiannya dari istana timur, pelataran keraton timur, si Mahut Putih sebesar permata, Maya Datar namanya. Sunialaya namanya, istana Sri Kancana Manik, rumah berukir dibuat gemerlapan,

Di Sanghiyang Pandan Larang, istana si Pawindu Hurip. Rumah pertama yang penuh ukiran, yang kedua penuh hiasan, yang ketiga rumah dibentuk halus, yang keempat berbentuk limas kumureb, yang kelima tembus jagat pandang, yang keenam rumah tepep, yang ketujuh anjungan meru, yang kedelapan berumpak sembilan, yang kesembilan berkilauan, anjungan bergeret dengan bale-bale, bale-bale bergeret dengan anjungan,

Namanya istana kalangsu. Rumah permata gemerincing, namanya Ganggang Hotapih. Rumah gemersik di Sanghiyang Sumurbandung, saat digelar pertunjukkan, terlihat pintu pelaminan, pada Sanghiyang Wano Datar,

Melintang pada sandaran paseban, balai bubut balai mangu, balai berbingkai balai lukisan, tepiannya pada balai si Tanpa Wahanan, penyebab bingung perbuatan berbekas. Siapa yang berangkat duluan, tiada lain juru tulis, yang mencatat para puteri yang cantik. Baik Ceput Agung maupun Bang Jaya, saudara Kentringmanik Mayangsunda.

Nona Janur Larang Bancana, adiknya Amuk Murugul, sang menteri Agung Mereja, sang menteri Jaya, putera tuan Lapung Jabul, kijang sekeranjang pemberian, dari si cantik yang berkuasa, yang cantik semerbak harum. Berangkat yang di depan diikuti yang belakang, teduh para hamba yang dipertuan, perahu kecil (berisi) peti penuh sesak, peti kayu jati persegi dilapisi emas,

Pemotong taleh dari perak, pusaka dari gading berukir gajah, yang akan dibawa ke Pakuan. Berjalanlah kereta kencana, di atasnya dihiasi dengan cemara kemuning, ditiangpancangi emas, namanya tangga berjuntai, di atasnya dihiasi permata batu mirah, bertumpuk di pekarangan penuh kilauan permata, kursi kerajaan di kiri kanan, payung wilis bertiangkan gading, di atasnya dihiasi dengan permata bergoyang, payung kebesaran ditiangi, di atasnya dihiasi emas, dengan payung yang dilengkapi berlian,

yang dialasi kain sutera, hiasan kepala (mahkota) emas cekung. Berderet para pembesar, saling kedip sambil saling lirik, saling tersenyum sesama saudara, bagaikan semut tataman berpindah. Gemerlap bagaikan kota Sri Manglayang, terbang melayang di angkasa, para pembawa gentong dari belakang, para pembawa tempayan logam di depan, dengan pagar ayu di kiri kanan, di tengah barisan berselendang keemasan, bersama dengan yang bertopeng singa.

Maju yang di depan diikuti yang belakang, serombongan berbeda lagi, yang cantik puteri Bungasari, adiknya tuan Bima Raja, puteri dari Lodatar Luar, diikuti yang cantik Sriwati, adiknya Munding Dalima, puteri dari gunung Kajapu, kemudian yang cantik Raja Kalapa, adik tuan Bima Kalang, puteri dari Kalapa Jajar, lalu yang cantik Limur Kasih, adiknya Panji Bomapati, puteri dari Pasir Batang. Berangkatlah yang mengantar pengantin puteri, tujuh orang bersaudara, Haristacang, Haristacu, Hariskeling dan Harismaya, anak raja dari semenanjung timur, yang wafat sepemakaman, yang meninggal karena diterjang musuh, oleh bajak laut, dibunuh oleh Wangi Sagara, kemudian yang cantik Dewi Samatra, Ratu Pingitan, adiknya Kebo Tape Panji Tagehan Wangi, puteri dari semenanjung negara.

Berangkatlah yang mengantar pengantin puteri, Haning Cina berbedak harum, bedak puteri batari, tarahan (jadi rebutan) orang, putera Susuhunan Makabo, yang wafat sepemakaman, lalu yang cantik Maya Pakembangan, yang wafat sepemakaman, meninggal di Karang Sindulang, kemudian yang cantik Dewi Banding, adiknya Munding Dilangin, puteri dari Kuta Waringin, kemudian yang cantik Aci Manglaya, adiknya Kebo Manglaya, puteri dari Tungtung Pasang, kemudian yang cantik Dewi Rarage, adik tuan Kalang Bute, puteri dari Pulau Pali. Terpikat oleh yang namanya tuan Puteri, putih kembang hitam manis, berbintik-bintik karena jarang, hidungnya mirip dengan Embok Agung, keningnya mirip dengan Raja Angsa, pipinya mirip dengan Ngambetkasih. Hidung bagaikan buah pala kurung, mata jernih bagaikan kaca Cina,

Bulu matanya nan lentik pundak bagaikan neraca Jawa, kulit ketiak kehijauan tak berbulu, namanya twa si Danuh, pertanda bagus dimadu, pertanda awet bersuami, sayang bila tak dijadikan permaisuri. Kemudian yang cantik, Dewi Raja Kabalahan, adiknya Lembu Pepeteng, puteri dari Pasuketan. Tertarik oleh yang namanya puteri, badan berbulu perut kembung, meskipun dibesarkan karena ia adik Kandaga Late.

Maju yang depan diikuti yang belakang, serombongan lain lagi, yang cantik ialah Tunjung Mambang Sari, adiknya Gajah Bungbang, puteri dari Pulau Kambangan, lalu yang cantik Dewi Loron Raja Sona, adiknya Kebo Lolorong, puteri dari Nusa Donan, kemudian yang cantik Riyak Tapa, adiknya Dalung Bang, bersama Calung Gintung, puteri dari Tiga Maruyung, kemudian yang cantik Dewa Karuna, adik Kebo Sang Matring Guru, puteri dari gunung Kukusan, kemudian yang cantik Cepet Manik, yang diperebutkan Harisa Keling, adiknya Ponggang Sang Raja Panji, puteri dari Hulu Padang, kemudian yang cantik Maya Padang, adik tuan patih Pala, puteri dari negara Tengah.

Berangkat yang di depan diikuti yang belakang, serombongan beda lagi, puteri dari negara seberang. Siapa gerangan yang memimpin? Ibunda yang cantik embok Panewon, adiknya Kebo Gumowong, puteri Tiga Gumowong, kemudian yang cantik Embok Manglepa, adiknya Maraja di Cempa, kemudian yang cantik Embok Lenggang, adiknya Raja Mangedara, lalu yang cantik Embok Manglibu, adik Maraja di Baluk, kemudian yang cantik Embok Hajani, adik Maraja di Bali, kemudian yang cantik Nareuceum Maya Tung Manggung Hideung, puteri dari Pekalongan, kemudian yang cantik Atra Wangi, adiknya Ratu Gubak tuan Marihak, puteri dari Pulau Balangah.

Tertarik oleh yang namanya puteri bungkul pundak hidung mengering, berlutut setinggi kohal, meskipun diagungkan, karena ia adik Kandaga Lante, ditaburi dengan bunga suhun, kalung dan tutup sanggul, hiasan kepala dan hiasan leher, kilat bahu pada tangan kanan, gelang emas pada tangan kiri, bergelinding gemerlap perhiasan emas.

Terpikat oleh perilaku yang akan berangkat, menggerakkan dirinya sendiri, berjalan saunggut ning gelung, bagaikan meludahnya gajah berguling, menunduk bagaikan dewa bercermin, tengadah seperti sedang memanah, memohon bebas kepada dewata,

kemudian yang cantik Tunjung Agung, adiknya Ketug Sang Handaru, puteri dari Pulau Maruyu, kemudian yang cantik Ridu Manik, adik Panji Dengdengling, puteri dari Pulau Keling, kemudian yang cantik Ridu Maya, adik tuan Ketug Nabra, puteri dari Pulau Palembang, kemudian yang cantik Balik Larang Haris Bancana, adik patih Gajah Bingbang, puteri dari Pulau Madinah.

Maju yang di depan diikuti yang belakang, sekelompok beda lagi, diselang oleh orang Sumedanglarang, pertanda bila berjalan, berdandan model istana.

Yang tinggi berperan memayungi, selebar kain pepelung. Yang langsing menggendong kendi, sebanyak seluruh pendamping. Yang semampai membawa kandaga, sebanyak yang kembali kepada yang kuning, bersama pengawal bekerja sesuai kemampuan, yang sama-sama langsing semampai dan ramping, yang pendek dan yang berperawakan sedang, yang pejabat selain yang sama-sama. Makanya yang pergi bersama lebih dulu,

ibunda yang cantik, Haci Waringin, Sang Brana Kasih, saudara puteri Embok Agung yang sangat tersayang, adik tuan Rahmacute, lalu yang cantik Haci Waringin, saudara Sang Brana Kasih, saudara Rucita Wangi, adik tuan Jayasakti, putera patih Sang Atus Wangi.

Kerbau Cina pulang berdagang, waktu pulang dari Lamajang, dapat berbicara dua bahasa, yang kaya di Pabean, serombongan dengan yang cantik, Maraja Bidalarang, saudara Manik Dewata, Sang Raja Angsa, adiknya Ratu Premana, tuan Paksajati, puteranya Serepong Wangi, yang kaya di Taal Wangi,

karenanya (ada) di Sumedanglarang, turut bersama kakak yang menikah, berjodoh dengan putera yang sulung, mendapat jodoh kepada Embok Larang, Dewi Paningbang.

Maju yang di depan diikuti oleh yang belakang, sekelompok beda lagi. Tertarik oleh yang pergi berduyun-duyun, payung agung berwarna putih, dan jamur jadi bongkot tebangan bersih, kiri kanan payung kebesaran, di sebelah kiri oleh manusia diselingi payung pangbibar. Siapa gerangan yang cantik menyendiri? Yang elok dalam istana? Puteri yang kecil mungil, yang bersinar bagaikan meteor, cemerlang bagaikan tiang, gemerlapan bagaikan kain giringsing, tubuh bagaikan bayang-bayang, menjelma wujud dewata, disayangi karena di kemudian hari, permaisuri karena tidak gagal, yang cantik sempurna titisan Batari, saudara Subang Larangan, adik tuan Premana, putera istana Kuningan, mangkubumi Singapura, yang kaya pedagang emas, puteri dari Sumur Wangi.

Kereta kencana jalan berdampingan, bersama yang cantik Majeti Keling, Sri Manawangi, adiknya Raja Kurutug, tuan Parasi, puteri dari Pakungwati.

Berangkatlah kereta kencana dari keraton timur, gemerlapan tampak cemerlang, bagaikan kereta kencana berjalan.

Siapa yang berangkat disekaliguskan? Bagaikan sekelompok burung kuntul terbang, bagaikan segerombolan gajah berjalan, pada hamparan dan gemuruh suaranya,

raja meninggal tang kawina, saudara Purbadewata, pada tuk dira berupa keraton, seperti penjelmaan wujud dewata, wujud Pwa Herang Manik.

Kereta kencana berangkan berdampingan bersama yang cantik Raja Bakti Batara Kasih, saudara Maraja Larang, adiknya Tajimalela Panji Romahiyang, putera Demung Tabela Panji Sonajaya, yang kaya di Singapura.

Siapa gerangan yang mengapit kereta kencana, di selelah kanan? Ibunda yang cantik Baliklayaran, puteri dari Kalapa Girang, di samping kiri Baliklarangan, putera pemimpin masyarakat Kalapa, puteri dari Kalapa Hilir, di belakang Mayang Pangabar, putera sulung Pulau Sagara, puteri dari Kandanghaur,

Siapakah yang menghilangkan jejak? Hacimaya Dewata, puteri dari Tanjung Camara, adiknya Ratu Mangriwu, bagaikan cahaya gelanggang, semula kecewa mokoy tuan Sagara, puteri dari Tanjung Camara, diperoleh dari Solok Bako, Karang Sindulang di muara Cilamaya, di Sanghiyang Atas Keling, adik Hacimaya Raja, puteranya sang guru Pamijahan, kakak dari Haci Mageuhan, putera Sanghiyang di umbul Catih, kakak dari Hacimaya manik, putera pemimpin mangkubumi Pakancilan, kakak dari Haci Madewata, putera Sanghiyang di umbul Majak, (adapun) kakak dari Haci Lebok Maya, puteranya Sanghiyang di umbul Sogol, kakak dari Haci Ratna Larang, putera Sanghiyang di Saligara, kakak dari Haci Lenggang Sari, putera Sanghiyang Mandiri, kakak dari Haci Mundut Tunjung, puteranya Sanghiyang di umbul Tubuy, kakak dari Haci Maya Tunjung Maya Dewata, Sri Petas kembali dewata, bersama yang cantik Maya Kusuma Manglibu Larang, ibunda Libu Wangi Sri Ratna, tuan Dewata, putera pemimpin Lila, di semenanjung Tipu, yang ngabarangniya Sarasa Maya, menghadap kepada Sanghiyang, karena di kaki bukit di tanah.

Yang cantik Gedongmaya, puteranya patih di Siyang, lalu yang cantik Rancangmaya, Ramayasari Dewata.

Mohon hendaknya dimaafkan. Kalaulah ada tulisan jelek dan sia-sia, jika keliru perbaikilah, jika kurang mohon dilengkapi. Hasil Kai Raga belajar menulis, (di) gunung Larang Sri Manganti.


Catatan Kaki

1 Sejarah Tatar Pasundan (28-Jan-2024)

Referensi

  • Atja. 1970. Lima Abad Sasra Sunda Jilid 1, Naskah Ratu Pakuan. Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.