Skip to content

Fragmen Kisah Putra Rama dan Rahwana

Naskah-naskah fragmen kisah Putra Rama dan Rahwana bersumber dari koleksi Museum Negeri Jawa Barat Sri Baduga dan koleksi Kabuyutan Ciburuy. Berikut ini adalah terjemahan kisah Putra Rama dan Rahwana.

  • Keropak 181

Keropak 18

.... Sudah pasti aku mendapat untung, karena aku bermimpi baik."

Berangkatlah dia (Hayam Canggong) ke sungai, jalan menurun ke arah pemandian. Sesampainya di sungai, dia menuju perangkap ikan miliknya, lalu berdiri keheranan. Dipikirnya di dalam diri, diduga di dalam rasa, bicara di dalam hati, akhirnya diungkapkan.

Beginilah katanya, "Benda apakah ini? Masuk ke dalam perangkap ikanku, peti berukir bercat mengkilap, dibungkus kain pusaka!" Benda itu lalu dipangkunya. "Benda apakah ini? Kok, terasa berat begini, dibuang ke tempat penangkapan ikan? Pasti aku dapat untung besar, mungkin uang atau mungkin emas, karena demikian bagusnya."

Akhirnya lalu dibuka, oleh kakek Hayam Canggong. Terdiam sejenak keheranan, rasa nyesal nepuk dada, lalu ditatap dengan tajam, ternyata seorang putri cantik, yang tiada bandingnya, tubuh semampai berambut subur, cantikannya tiada banding. Lalu kakek Hayam Canggong, merasa waswas dan khawatir.

Dewi Sita tiba-tiba berkata, "Kakek jangan khawatir! Bawalah aku ke pertapaanmu, jadikanlah aku biarawati. Kuberitahukan padamu, kakek, aku disiksa, diriku oleh Ramadewa, di keraton Pancawati. Barangkali kakek tidak tahu, hamba adalah ini Dewi Sita, permaisuri sang Ramadewa." Kakek Hayam Canggong berkata, "Aduh, betapa menyedihkan! Jika memang demikian katamu, berarti dikau seorang putri kerajaanku! Marilah kita segera ke pertapaan."

Putri itu lalu berangkat, diikuti oleh kakek itu. Dari tempat perangkap ikan, mereka jalan melalui perkebunan baru. Tak disebut jauhnya perjalanan ditempuh, sampailah mereka ke pertapaan, bersama kakek Hayam Canggong. Lalu dibicarakanlah peristiwa yang sebenarnya terjadi.

Demikian kakek Hayam Canggong bicara, "Mohon maaf tuanku putri, ternyata tuan putri saat itu tengah hamil." Tiba pada bulan saatnya melahirkan, lalu putri melahirkan. Kata kakek Hayam Canggong, "Putri, ketahuilah yang sebenarnya, saat melahirkan tak seorang pun menolong." Jawab Dewi Sita, "Kakek, sekemampuanku saja." Kemudian Dewi Sita melahirkan seorang putra tampan.

Tibalah pada malam yang ketiga, tembuninya lalu dikubur. Beberapa puluh hari kemudian, tumbuh besar dengan cepatnya. Dewi Sita berkata, "Baiklah kakek, kita beri nama, cucumu yang tampan ini." Kakek Hayam Canggong menjawab, "Aku akan beri nama dia, namanya Bujanggalawa, karena putra sang Ramadewa."

Sampailah saat belajar berjalan. Sekali peristiwa, berkatalah Dewi Sita, "Kakek, peliharalah cucumu." Kakek Hayam Canggong menjawab, "Baiklah, aku akan mengasuh dia." Lalu dimasukkan ke dalam ayunan. (Setelah menitipkan putranya), Tuan Putri pergi ke sungai, membawa pakaian untuk dicuci.

Simpan dulu kejadian di sungai. Tersebutlah kakek Hayam Canggong. sedang mengayun-ayun bayi. Kemudian membaca Watang Ageung. Tampak keasyikan membaca. Yang namanya Bujanggalawa, berada di dalam ayunan, tiba-tiba bangun dan melepaskan diri, merangkak perlahan dari ayunan,selanjutnya pergi ke sungai dan datang kepada ibunya. Dewi Sita berkata, "Anakku sayang Bujanggalawa, ternyata kau mengikuti! Mungkin kakek kehilanganmu! Ananda, mari kumandikan sekalian, lalu segera kita kembali."

Simpan dulu kejadian di sungai, yakni ibu bersama putranya Diceriterakan kakek Hayam Canggong. Ketika sedang asyik membaca, memandang sekilas pada ayunan, dilihatnya sudah kosong. "Ke manakah dia perginya? Pasti aku akan ditegur!" Tiba-tiba khawatir dan kalut ketakutan, merasa dosa diketahui. "Tentu aku dimarahi, diriku sampai menemui ajal, perasaanku kini tak menentu, kehilangan yang sedang diasuh. Sebab seharusnya tidak boleh sampai lepas, manusia keturunan dewata, mampu menjelma mampu menghilang. Aku harus mengeluarkan kesaktian, menunjukkan kekuatan gaibku, lalu kitab dibuat anak, yang sama besarnya, seperti Bujanggalawa." Setelah berkata demikian, diambillah sebuah kitab besar, diletakkan dalam ayunan. Selama diayun-ayun, disenandungi lagu bangbalikan oleh kakek Hayam Canggong. Lalu yang sekali perintah berwujud, yang sekali ucap menjelma, akhirnya menjadi seorang anak, Sang Hyang Watang Ageung itu, hingga sama besarnya, dengan Bujanggalawa.

Simpan dulu kejadian dalam ayunan. Diceritakan Dewi Sita kembali dari sungai sambil menggendong putranya. Setibanya di rumah, Hayam Canggong lalu menoleh, melihat dia menggendong anak. Berkata di dalam hati, diduga di dalam rasa, kini bagaimana jika berterus terang. "Ternyata bayi pergi ke sungai, Bujanggalawa itu." Saat itu kakek Hayam Canggong, menunduk merasa serba salah. Tuan putri lalu naik ke rumah, menuju pada ayunan, hendak mengayun anaknya, ternyata ada anak dalam ayunan itu. Terkejut lalu terdiam sejenak, merasa kasihan kepada anak itu, tampak sama besarnya, tampak sama tampannya, dengan ....

...

bersama anak-anaknya, lalu melangkahkan kaki ke tanah. Yang namanya Puspalawa, berjalan pelan di pekarangan. Lalu diikuti langkah gemulai ibunya, paha kemuning melangkahi tangga, tangan kanan megang kaso-kaso, kaki kiri mengenakan langkan, jari-jemarinya meruncing, terangkat bundaran payung, kainnya menerpa tumit, nerpa pada betis kemuning, lemah gemulai di pekarangan. Demikian pula Bujanggalawa, Bujanggalawa berkata, "Hai adikku Puspalawa, berjalanlah di depan, ibuku jalan di tengah, dan biar aku yang di belakang.”

Berjalan meliuk-liuk santai, ibu bersama anak-anaknya. Selanjutnya mohon doa restu pimpinan, lalu meninggalkan gerbang. Setelah pergi dari pertapaan Manggu, dari rumah kakek Hayam Canggong, mereka berjalan lurus, sekejap sudah tak tampak. Kadang-kadang melewati hutan, kadang-kadang menjelajahi ladang, jalan pintas motong perbukitan, mendaki lalu menuruni lereng, tak disebut jauhnya perjalanan ditempuh. Tibalah ke daerah pertanian, langsung sampai ke ibukota, ke keraton Lengkawati, menyisir pagar arah timur. Mereka sampai ke pos penjagaan, langsung dilewatinya. Kata orang Lengkawati: "Anak ....


Daftar Pustaka

  • Darsa, Undang, dkk. 2008. Fragmen Kisah Putera Rama Dan Rawana (Naskah Lontar Kropak 18). Seri Penerbitan 1 Koleksi Kabuyutan Ciburuy Garut. Garut: Disparbud.
  • Ruhimat, Mamat dan Rahmat Sopian. Manuskripta Volume 8 Nomor 1 2018: Kisah Putra Rama dan Rawana Abad XV Masehi, Rekonstruksi Teks yang Terserak. Depok: Manassa.

  1. Fragmen Kisah Putera Rama dan Rawana Naskah Lontar Kropak 18, diterjemahkan oleh Undang A. Darsa, dkk.